Supriyani, antara Honor dan Horor
Supriyani, antara Honor dan Horor
Musim belum berpihak pada tenaga honor. Para pengabdi yang menghabiskan waktunya untuk mencerdaskan anak - anak bangsa, seringkali berakhir tragis dan miris. Selain dihantui ketidakpastian tentang hari esok mereka harus berhadapan dengan wajah - wajah bosok yang terus menghalanginya agar tak memiliki kesejahteraan. Tak syak lagi banyak tenaga honor mengalami masa - masa suram tak memiliki jaminan tentang masa depan.
Adalah Supriyani, sosok guru honorer dengan honor bulanan yang hanya cukup untuk beli es kopyor, menghadapi nasib sial, dilaporkan wali murid karena dianggap melakukan kekerasan kepada sang buah hati. Bahkan tragedi ini berlanjut di meja hijau. Oh honorer.
Supriyani adalah sepotong potret buram representasi jutaan tenaga honorer. Kisah pilu yg dialami senada dengan nasib teman - temannya. Kecamuk permasalahan yang menimpanya, menjadi bukti tentang honorer yang tersakiti. Semangat pengabdian puluhan tahun, harus bermuara di meja pengadilan, bahkan teror dan intimidasi terus mengangkang. Pengabdian yang sejatinya berakhir manis, tapi malah menjadi horor yang mencekam.
Lama nian ia mengabdi. Dua windu dilewatinya dengan mengais harapan untuk punya masa depan. Tapi kadang regulasi seringkali tak sehati. Para politisi masih gaduh dengan urusan diri sendiri. Stake holder kadang hanya memberikan bunga - bunga surga, manis di panggung kampanye tapi berakhir pahit saat janji ditagih. Pintu -pintu kekuasaan terlalu kaku mendengar jerit malang para honorer. Lantas kepada siapa mereka menumpahkan persoalan ? Disinilah, biasanya jalanan menjadi solusi untuk kembali membangkitkan semangat perjuangan. Bersuaralah yang lantang, walau tak banyak orang mendengar !!!