PENGURUS PGRI MoU DENGAN FATAYAT NU

 

PGRI dan PC Fatayat NU Bondowoso Sepakat Tekan Kekerasan pada Anak di Lingkungan Pendidikan

PGRI Bondowoso bersama PC Fatayat NU menjalin kerja sama untuk menekan kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan. Kesepakatan ini dituangkan melalui penandatanganan MoU saat pelantikan PAC Fatayat NU se-Kabupaten Bondowoso, yang digelar di Pendopo Bagus Asra pada Sabtu (22/11/2025). Penandatanganan tersebut turut disaksikan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten, Khodijatul Qodriyah.

Ketua PGRI Bondowoso, Suhartono, mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2025 pihaknya menangani sedikitnya tujuh kasus kekerasan yang melibatkan unsur sekolah. Tiga kasus terjadi antar siswa, sementara sisanya berkaitan dengan masalah pribadi guru. “Semua kasus tersebut sudah kami tangani,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa meski PGRI memiliki LKBH untuk mendampingi guru yang bermasalah secara hukum, kerja sama dengan Fatayat NU bertujuan memperkuat pendampingan terhadap korban kekerasan, terutama perempuan dan anak.

Sementara itu, Ketua PC Fatayat NU Bondowoso, Liniyatul Maklufah, menyampaikan bahwa kolaborasi ini juga diarahkan untuk memperluas program pesantren ramah anak. Program tersebut fokus menciptakan lingkungan pesantren yang bebas dari perundungan, kekerasan antarsantri, dan pelanggaran hak anak lainnya. Saat ini program sudah berjalan di Pesantren Nurussalam, Sumber Kemuning Tamanan, dan akan diperluas ke pesantren lain di Bondowoso.

“Pesantren merupakan tempat pembentukan karakter, sehingga penting untuk memastikan santri tumbuh dalam situasi aman dan penuh kasih,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa Fatayat NU selama ini aktif dalam upaya perlindungan perempuan dan anak melalui edukasi, pendampingan, dan pemberdayaan masyarakat untuk mencegah pernikahan dini, KDRT, dan kekerasan berbasis gender. Kolaborasi lintas lembaga juga dilakukan dengan Pengadilan Agama, LKP 3A, PGRI, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan.

Kepala Dinsos P3AKB Bondowoso, M. Imron, menekankan pentingnya sinergi antarlembaga karena keterbatasan SDM pemerintah dalam menangani kasus di lapangan. Ia mengungkapkan bahwa laporan kekerasan cenderung meningkat seiring meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Tahun 2024 tercatat 56 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sementara pada 2025 hingga Oktober sudah mencapai 57 kasus.

Menurutnya, organisasi seperti Fatayat sangat membantu karena bergerak aktif tanpa terhalang persoalan anggaran. Imron juga menegaskan bahwa upaya pencegahan harus terus diperkuat melalui koordinasi lintas sektor.

“Pencegahan itu yang utama. Kita tidak boleh lelah berkolaborasi demi melindungi anak-anak di Bondowoso,” pungkasnya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url